Wayang, eksistensi antar generasi

Selain identik dengan budaya Jawa, wayang kulit kini juga sudah menjadi budaya nasional dan merupakan ciri khas Bangsa Indonesia. Tidak hanya tampil dalam pagelaran, wayang kulit kini juga banyak digunakan sebagai pajangan dan produk kerajinan tangan lainnya.

Memang wayang kulit selama ini identik dengan tokoh-tokoh pewayangan, seperti Gatot Kaca, Semar beserta anak-anaknya atau Arjuna. Wayang kulit selalu dikonotasikan barang-barang budaya yang selalu digunakan dalam pagelaran semalam suntuk dengan lakonnya masing-masing.

(more…)

Published in: on December 10, 2008 at 12:48 am  Leave a Comment  

SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN WAYANG

Wayang Sekarang

Wayang Sekarang

Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa.
Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme. Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai sumber atau obyek penelitian. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sektar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.
Masa berikutnya yaitu pada jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem ceritera wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagal dalangnya.
Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan Wayang. Gambar-gambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang.

(more…)

Published in: on December 7, 2008 at 8:54 am  Leave a Comment  

Wayang Wayang Wahyu, Gedog, Potehi, Kedek

Wayang Suluh tergolong wayang modern, karena baru tercipta setelah zaman kemerdekaan. Wayang ini dimaksudkan sebagai media penerangan mengenai sejarah perjuangan bangsa. Karena itu, di antara tokoh peraganya, antara lain terdapat Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Syahrir, dan Jenderal Sudirman. Penggambaran tokoh Wayang Suluh dibuat realistik.

Aneka Wayang

Aneka Wayang

Diduga, karena “beban” misi penerangan yang terlampau berat dan bahan cerita yang terlalu bersifat sejarah, membuat Wayang Suluh tidak dapat berkem­bang seperti diharapkan.

Wayang Wahyu mempunyai bentuk peraga wa­yang terbuat dari kulit, tetapi corak tatahan dan sung­gingannya agak naturalistik.

Wayang ini mengambil lakon dari cerita Injil, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Bahasa pengantarnya, bahasa Jawa. Di antara lakonnya, antara lain adalah Samson Ian Delilah, dan David Ian Goliat.

Pergelaran Wayang wahyu hampir serupa dengan Wayang Kulit Purwa, diiring oleh seperangkat gamelan dan pesinden, kelir dan gedebog. Para dalangnya pun pada umumnya juga merangkap sebagai dalang Wayang Kulit Purwa.

Perkembangan Wayang Wahyu amat terbatas pada lingkungan masyarakat beragama Katolik, itu pun yang berasal dari suku bangsa Jawa. Padahal, tidak semua orang Jawa menyukai wayang. Dengan demikian Wayang Wahyu praktis tidak berkembang.

Wayang Gedog yang dicipta oleh Sunan Giri di tandai candra sengkala Gegamaning Naga Kinaryeng Bathara: 1485 caka (1568 M). Wayang ini amat mirip dengan Wayang Kulit Purwa, tetapi mengambil lakon dari cerita-cerita Panji. Itulah sebabnya, sebagian or­ang menamakan Wayang Gedog ini Wayang Panji.

Di antara tokoh-tokoh ceritanya, antara lain adalah Prabu Lembu Hamiluhur, Prabu Klana Madukusuma, dan Raden Gunungsari.

Wayang ini, boleh dibilang sudah punah. Hanya sisa-sisa peraganya saja yang masih bisa dilihat di beberapa museum dan Keraton Surakarta.

Wayang Kancil, termasuk wayang moderen, diciptakan tahun 1925 oleh seorang keturunan Cina bernama Bo Liem.

Wayang yang juga terbuat dari kulit itu, menggunakan tokoh peraga binatang, dibuat dan disungging oleh Lie To Hien. Cerita untuk lakon-lakon para Wayang Kancil diambil dari Kitab Serat Kancil Kridamartana karangan Raden Panji Natarata.

Wayang Kancil termasuk di antara jenis wayang yang tidak berkembang, meskipun seorang seniman, yakni Iedjar Subroto tetap berusaha mempopulerkannya.

Wayang Potehi menceritakan kisah-kisah dari negeri Cina, di antaranya Si Jin Kui, Sam Pek Eng Thay. Pertunjukan Wayang Potehi tidak diiringi oleh gamelan, melainkan sejenis musik yang disebut gubar­-gubar, biola, dan tik-tok.

Wayang Kedek adalah nama Wayang Kelantan, Malaysia. Menurut J. Cuisinier Wayang Kelantan (Ma­laysia) berasal dari Jawa, dengan alasan bahwa repertoarnya dari Mahabarata versi Jawa dan siklus Panji. Menurut Van Stein Callenfels bahwa Wayang Kelantan berasal dari Jawa, lalu dibawa ke Thailand dan Kamboja. Wayang Ku1it Thailand dibawa ke Kelantan sehingga keduanya memiliki bentuk wayang yang serupa.

Wayang Kelantan terbuat dari kulit sapi, dipahat dan disungging. Bentuk figurnya dilengkapi dengan pakaian, mahkota, senjata dan lain sebagainya. Bentuk figur Wayang Kedek pada umumnya tangan kiri menjadi satu dengan badannya, kecuali tokoh Pak Dogah (Semar) kedua tangannya dibuat bergerak (terlepas dari badannya). Di daerah Kelantan terdapat dua jenis wayang yakni: Wayang Melayu dan Nang Siam.- Nang Siam juga disebut Wayang Kedek yang bentuk figurnya kena pengaruh dari Siam. Sedangkan Wayang Melayu teknis pertunjukannya, figurnya repertoar mengikuti tradisi Wayang Kulit Jawa maka disebut Wayang Jawa.

Repertoar Wayang Kedek mengambil dari serat Ramayana dan yang paling populer Hikayat Seri Rama versi Malaysia. Sedangkan wayang Jawa mengambil cerita dari Mahabarata, dan bagi orang melayu, menyebut Hikayat Pendawa dan dari sikulus Panji. Perlengkapan pertunjukan hampir sama dengan Wayang Kulit Purwa Jawa yaitu menggunakan kele (kelir), lampu pelita (blencong Jawa), kepyak, kothak (cempala Jawa). Penyajian Wayang Kedek diiringi ansambel musik yang instrumennya terdiri dari: serum (suling), gedombak dan geduk (tambur), Lukmong (gong kecil) kecing/canang (gong). Sedangkan Wayang Melayu (Jawa) diiringi musik yang ricikkannya terdiri dari: satu rancak bonang horizon­tal, dua gendang, saw simbal, canang dan -rehab.

Pertunjukan Wayang Kedek diselenggarakan untuk menyertai upacara lingkaran hidup manusia, dan penyajiannya dibuatkan tempat tersendiri yang disebut panggong. Sedangkan penontonnya di luar panggung, serta sebelum perlunjukan dimulai selalu diawali dengan upacara pembukaan yang disebut buka panggong, yaitu dalang melakukan penghormatan terhadap tanah, air dan api yang memiliki kekuatan gaib agar memberikan bantuan kepada dalang selama pementasan berlangsung. Pertunjukan Wayang Kedek yang menyertai upacara perkawinan, khitanan, kelahiran, panenan berlangsung selama 3 – 5 hari dimulai dari jam 21.00 dan berakhir pada jam 24.00. Pada malam akhir pertunjukan dilakukan upacara penutupan yang disebut Lepas Permainan.

Para penonton Wayang Kedek di Kelantan laki-laki dan perempuan selalu terpisah. Apakah itu suatu naluri kultus matahari dan bulan yang kuna atau hanya adat sopan santun yang lahir dari pengaruh Islam. Laki-laki di sisi kiri dan perempuan di sisi kanan, dan mereka duduk di luar panggung. Sebelum pertunjukan wayang di mulai, boneka wayang dijajar (di simping), di sebelah kanan di tancapkan boneka wayang dari kelompok dunia atas seperti para dewa Hindu beserta pengikutnya. Sedangkan di tengah layar ditancapkan tokoh To’ Mahasiku (dukun), Pohon Beringin (gunungan), Pa’ Dogah (Semar) dan raja Seri Rama.

Published in: on December 7, 2008 at 7:53 am  Leave a Comment  

Wayang Purwa

Wayang Kulit Purwa merupakan jenis wayang yang paling populer di masyarakat sampai saat ini. Wayang Kulit Purwa mengambil cerita dari kisah Mahabarata dan Ramayana.  Peraga wayang yang dimainkan oleh seorang dalang terbuat dari lembaran kulit kerbau (atau sapi) yang dipahat menurut bentuk tokoh wayang dan kemudian disungging dengan warna warni yang mencerminkan perlambang karakter dari sang Tokoh.

Agar lembaran wayang itu tidak lemas, digunakan “kerangka penguat” yang mem­buatnya kaku. Kerangka itu disebut cempurit, terbuat dari tanduk kerbau atau kulit penyu. Jenis wayang ini tersebar hampir di seluruh Jawa dan daerah transmigrasi, bahkan juga di Suriname  di benua Amerika bagian selatan.

Pergelaran Wayang Kulit Purwa diiringi dengan seperangkat gamelan sedangkan penyanyi wanita yang menyanyikan gending-­gending tertentu, disebut pesinden atau waranggana.

Antara dalang, pesinden, gamelan di satu sisi dan penonton di sisi lain dibatasi oleh sebuah layar kain berukuran sekitar 125 cm X 600 cm, yang disebut kelir. Di atas dalang dipasang lampu yang disebut blencong. Dengan memainkan wayang di sinar blencong, penonton di balik kelir dapat menyaksikan gerak bayangan wayang itu. Dalam bahasa Jawa, wayang atau wewayangan memang berarti bayangan.

Semula pergelaran Wayang Kulit selalu dilakukan pada malam hari, semalam suntuk. Karena itulah diperlukan alat penerangan, semacam lampu minyak yang disebut blencong. Baru mulai tahun 1930-an beberapa dalang mulai mempergelarkan Wayang Kulit Purwa pada siang hari. Kemudian, sejak tahun 1955­an beberapa orang dalang muda memprakarsai pemampatan waktu pergelaran menjadi hanya sekitar empat jam. Upaya memampatkan pergelaran wayang menjadi empat jam atau kurang ini, terutama hanya untuk melayani para wisatawan manca negara yang umumnya tidak betah menonton pertunjukan seni yang berlama-lama.

Usaha beberapa orang dalang untuk mema­syarakatkan Wayang Kulit Purwa dengan meng­indonesiakan bahasa pengantarnya pernah dicoba, tetapi gagal.

Published in: on December 7, 2008 at 7:45 am  Leave a Comment  

Wayang Orang

Wayang Orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita Ramayana dan Maha­barata sebagai induk ceritanya. Dari segi cerita, Wayang Orang adalah perwujudan drama tari dari Wayang Kulit Purwa. Pada mulanya, yakni pertengahan abad ke-18, semua penari Wayang Orang adalah penari pria, tidak ada penari wanita. Jadi agak mirip dengan pertunjukan ludruk di Jawa Timur dewasa ini.

Dalam berbagai buku mengenai budaya wayang disebutkan, Wayang Orang diciptakan oleh Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (1757 – 1795). Para pemainnya waktu itu terdiri atas abdi dalem istana.
Pertama kali Wayang Orang itu dipentaskan secara terbatas pada tahun 1760. Namun, barn pada pemerintahan Mangkunegara V pertunjukan Wayang Orang itu lebih memasyarakat, walaupun masih tetap terbatas dinikmati oleh kerabat keraton dan para pegawainya. Pemasyarakatan seni Wayang Orang hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya drama tari Langendriyan.

Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII (1916 -1944) kesenian Wayang Orang mulai diperkenalkan pada masyarakat di luar tembok keraton. Usaha memasyarakatkan kesenian ini makin pesat ketika Sunan Paku Buwana X (1893-1939) memprakarsai pertunjukan Wayang Orang bagi masyarakat umum di Balekambang, Taman Sri Wedari, dan di Pasar Malam yang diselenggarakan di alun-alun. Para pemainnya pun, bukan lagi hanya para abdi dalem, melainkan juga orang-orang di luar keraton yang berbakat menari.

Penyelenggaraan pertunjukan Wayang Orang secara komersial baru dimulai pada tahun 1922. Mulanya, dengan tujuan mengumpulkan dana bagi kongres kebudayaan. Kemudian pada tahun 1932, pertama kali Wayang Orang masuk dalam siaran radio, yaitu Solosche Radio Vereeniging, yang mendapat sambutan hebat dari masyarakat.

Wayang Orang juga menyebar ke Yogyakarta. Pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII (1877 -1921) keraton Yogyakarta dua kali mempergelarkan pementasan Wayang Orang untuk tontonan kerabat keraton. Waktu itu lakonnya adalah Sri Suwela dan Pregiwa – Pregiwati. Wayang Orang di Yogyakarta ini disebut Wayang Wong Mataraman.

Pakaian para penari Wayang Orang pada awalnya masih amat sederhana, tidakjauh berbeda dengan pakaian adat keraton sehari-hari, hanya ditambah dengan selendang tari. Baru pada zaman Mangku­negara VI (1881-1896), penari Wayang Orang mengenakan irah-irahan terbuat dari kulit ditatah apik, kemudian disungging dengan perada.

Sejalan dengan perkembangan Wayang Orang. terciptalah gerak-gerak tari baru yang diciptakan oleh para seniman pakar tari keraton. Gerak tari baru itu antara lain adalah sembahan, sabetan, lumaksono. ngombak banyu, dan srisig.

Karena ternyata kesenian Wayang Orang mendapat sambutan hangat dari masyarakat, bermun­culanlah berbagai perkumpulan Wayang Orang; mula-mula dengan status amatir, kemudian menjadi profesional. Perkumpulan Wayang orang yang cukup tua dan terkenal, di antaranya Wayang Orang (WO Sriwedari di Surakarta dan WO Ngesti Pandawa di Semarang. Wayang Orang Sriwedari merupakan kelompok budaya komersial yang pertama dalam bidang seni Wayang Orang. Didirikan tahun 1911, per­kumpulan Wayang Orang ini mengadakan pentas: secara tetap di `kebon raja’ yakni taman hiburan umum milik Keraton Kasunanan Surakarta.

Patut juga dicatat, peranan masyarakat keturunan Cina di Surakarta dan Malang yang aktif mengem­bangkan kesenian Wayang Orang. Mereka bergabung dalam perkumpulan kesenian PMS (Perkumpulan Ma­syarakat Surakarta) yang secara berkala mengadakan latihan tari dan pada waktu-waktu tertentu mengadakan pementasan untuk pengumpulan dana dan amal.

Perkembangan seni Wayang Orang di Surakarta lebih bersifat populer dibandingkan di Yogyakarta. Kreasi seniman Surakarta untuk melengkapi pakaian tari Wayang Orang, mengarah pada `glamour’ dengan kemewahan tata panggung. Untuk pemeran tokoh wayang bambangan seperti Arjuna, Abimanyu, dan sejenisnya, digunakan penari wanita. Sedangkan di Yogyakarta tetap mempertahankan penari pria.

Di Jakarta, pada tahun 1960 – 1990, pernah pula berdiri beberapa perkumpulan Wayang Orang, di antaranya Sri Sabda Utama, Ngesti Budaya, Ngesti Wandawa, Cahya Kawedar, Adi Luhung, Ngesti Widada, Panca Murti, dan yang paling lama bertahan Bharata.

Pentas seni Wayang Orang juga melahirkan seniman-seniman tari yang menonjol, antara lain Sastradirun, Rusman, Darsi, dan Surana dari Surakarta; Sastrasabda dan Nartasabda dari Semarang; Samsu dan Kies Slamet dari Jakarta.

Published in: on December 7, 2008 at 7:43 am  Leave a Comment  

Wayang Beber

Selama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis. Kebanyakan jenis jenis wayang itu tetap nenggunakan Mahabarata dan Ramayana sebagai induk ceritanya. Sedangkan alat peraganya pun berkembang menjadi beberapa macam, antara lain yang terbuat dari kertas, kain, kulit, kayu, dan juga Wayang Orang.

Perkembangan jenis wayang ini juga dipengaruhi oleh keadaan budaya daerah setempat. Misalnya Wayang Kulit Purwa, yang berkembang pula pada ragam kedaerahan menjadi Wayang Kulit Purwa khas daerah, seperti Wayang Cirebon, Wayang Bali, Wayang Betawi, Wayang Banjar, dll.

Jenis-jenis wayang yang ada di Indonesia ada puluhan jumlahnya. Namun, yang terpenting di antaranya adalah:

a. Wayang Beber

berupa selembar kertas atau kain yang berukuran sekitar 80 cm X 12 meter, yang digambari dengan beberapa adegan lakon wayang tertentu. Satu gulung wayang beber biasanya terdiri atas 16 adegan. Pada saat pergelaran bagian gambar yang menampilkan adegan lakon itu dibuka dari gulungannya, dan sang Dalang menceritakan kisah yang terlukis dalam setiap adegan itu.
Jenis wayang ini oleh sebagian orang dianggap yang paling tua, tetapi sebagian lainnya mengatakan Wayang kulitlah yang paling mula diciptakan orang di Pulau Jawa. Sampai tahun 1986, masih ada dua orang juru sungging (pelukis) Wayang beber. Yang satu tinggal di Surakarta, di kampung Kadipiro, namanya Hadisuwarno. Sedangkan yang seorang lagi bernama Musyafiq, tinggal di Surabaya.

Published in: on December 7, 2008 at 7:34 am  Leave a Comment  

Jenis wayang

1.Wayang Wahyu, Gedog, Potehi, Kedek

Wayang Suluh tergolong wayang modern, karena baru tercipta setelah zaman kemerdekaan.

2. Wayang orang.

Wayang Orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita Ramayana dan Maha­barata sebagai induk ceritanya

3. Wayang Golek, Menak, Klitik, Krucil

Wayang Golek Sunda menggunakan peraga wayang berbentuk boneka-boneka kecil, dengan semacam cempurit untuk pegangan tangan Ki Dalang.

4.  Wayang Purwa.

Wayang Kulit Purwa merupakan jenis wayang yang paling populer di masyarakat sampai saat ini. Wayang Kulit Purwa mengambil cerita dari kisah Mahabarata dan Ramayana.

5. Wayang Beber.

Selama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis. Kebanyakan jenis jenis wayang itu tetap nenggunakan Mahabarata dan Ramayana.

Published in: on December 7, 2008 at 7:26 am  Leave a Comment  

Wayang dalam pembentukan bangsa

PERANAN WAYANG DALAM MENUNJANG PENDIDIKAN KEPRIBADIAN BANGSA.
Secara lahiriah, kesenian wayang merupakan hiburan yang mengasyikkan baik ditinjau dari segi wujud maupun seni pakelirannya. Namun demikian dibalik apa yang tersurat ini terkandung nilai adiluhung sebagai santapan rohani secara tersirat.
Peranan seni dalam pewayangan merupakan unsur dominan. Akan tetapi bilamana dikaji secara mendalam dapat ditelusuri nilai-nilai edukatif yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Unsur-unsur pendidikan tampil dalam bentuk pasemon atau perlambang. Oleh karena itu sampai dimana seseorang dapat melihat nilai- nilai tersebut tergantung dari kemampuan menghayati dan mencerna bentuk-bentuk simbol atau lambang dalam pewayangan. Dalam lakon-lakon tertentu misalnya baik yang diambil dari Serat Ramayana maupun Mahabarata sebenarnya dapat diambil pelajaran yang mengandung pendidikan. Bagaimana peranan Kesenian Wayang sebagai sarana penunjang Pendidikan Kepribadian Bangsa, rasanya perlu mendapat tinjauan secara khusus. Berdasarkan sejarahnya, kesenian wayang jelas lahir di bumi Indonesia. Sifat local genius yang dimiliki bangsa Indonesia, maka secara sempurna terjadi pembauran kebudayaan asing, sehingga tidak terasa sifat asingnya.
Berbicara kesenian wayang dalam hubungannya dengan Pendidikan Kepribadian Bangsa tidak dapat lepas dari pada tinjauan kesenian wayang itu sendiri dengan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sebagai falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, merupakan ciri khusus yang dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Pancasila adalah norma yang mengatur tingkah laku dan perikehidupan bangsa. Menurut TAP MPR – Rl No. II/ MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ; disitu ditandaskan bahwa untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. perlu menetapkan Ketetapan yang mengatur Garis- Garis Besar Haluan Negara yang didasarkan atas aspirasi dan Kepribadian Bangsa demi penghayatan dan pengamalan kehidupan kenegaraan yang demokratis – konstitusional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pengertian Kepribadian Bangsa adalah suatu ciri khusus yang konsisten dari bangsa Indonesia yang dapat memberikan identitas khusus, sehingga secara jelas dapat dibedakan dengan bangsa lain. Rumusan Pancasila secara resmi ditetapkan dengan syah sebagai falsafah Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4 tercanang rumusan Pancasila yang berbunyi:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia. dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jiwa Pancasila seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, bukanlah masalah yang baru dalam dunia pewayangan.
·    Asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh yang biasa disebut “Hyang Suksma Kawekas” Tokoh ini tidak pernah diwujudkan dalam bentuk wayang, tetapi diakui sebagai Dewa yang Tertinggi. Tokoh Dewa – Dewa yang diwujud kan dalam bentuk wayang, misalnya: Batara Guru, Batara Narada, Batara Wisnu, Batara Brahma, Batara Kamajaya dan lain sebagainya dalam pewayangan digambarkan seperti manusia biasa. Mereka juga dilukiskan memiliki watak serta tabiat yang banyak persamaannya dengan manusia lumrah. Dalam ceritera-ceritera mereka sering pula berbuat salah, bahkan tidak jarang terpaksa minta bantuan manusia dalam menghadapi hal-hal tertentu. Kekawin Arjunawiwaha misalnya, merupakan contoh yang jelas. Pada saat raksasa Nirwatakawaca mengamuk di Suralaya karena maksudnya meminang Dewi Supraba ditolak para Dewa. Para Dewa tidak mampu menghadapinya. Untuk mengamankan Suralaya para Dewa minta bantuan bagawan Mintaraga atau bagawan Ciptaning yaitu nama Arjuna saat menjadi pertapa. Sebagai imbalan jasa karena bagawan Ciptaning berhasil membunuh Raksasa Nirwatakawaca diberi hadiah Dewi Supraba dan Pusaka Pasopati. Disini terlihat bahwa kebenaran yang bersifat mutlak hanya dimiliki Dewa Tertinggi yaitu Hyang Suksma Kawekas. Ajaran ini tidak jauh berbeda dengan ajaran yang terkandung di dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
·    Asas Kemanusiaan.
Jiwa yang terkandung dalam sila Kemanusiaan, pada hakekatnya suatu ajaran untuk mengagung-agungkan norma-norma kebenaran. Bahwasanya kebenaran adalah di atas segala- galanya. Kendatipun kebenaran mutlak hanya berada di tangan Tuhan Yang Maha Esa, namun untuk menjaga keseimbangan kehidupan antara manusia perlu dipupuk kesadaran tenggang rasa yang besar.
Kebenaran yang sejati mempunyai sifat unifersil, artinya berlaku kapan saja, dimana saja dan oleh siapapun Juga. Tokoh dalam dunia pewayangan yang memiliki sifat dan watak mengabdi kebenaran banyak jumlahnya. Sebagai contoh dapat dipetik dari Serat Ramayana. Di dalam Serat Ramayana dikenal putera Alengka bernama Raden Wibisono yang mempunyai watak mencerminkan ajaran kemanusiaan.
Kisah inti dalam Serat Ramayana berkisar pada kemelut yang terjadi di antara Prabu Dasamuka yang merampas isteri Rama. Tindakan Prabu Dasamuka ini dinilai berada diluar batas kemanusiaan. Raden Wibisono sadar akan hal tersebut, Prabu Dasamuka dianggap melanggar norma perikemanusiaan . Oleh karena itu Raden Wibisono ikut aktif membantu Raden Rama untuk memerangi saudaranya sendiri. Demi kemanusiaan Raden Wibisono rela mengorbankan saudara sendiri yang dianggap berada difihak yang salah.
·    Asas Persatuan
Dalam dunia pewayangan tokoh yang memilih jiwa kebangsaan tinggi terlukis pada diri tokoh Kumbakarna digambarkan dalam bentuk raksasa, namun memiliki jiwa ksatria. Sebagai adik Raja Dasamuka, Kumbakarna memiliki sifat yang berbeda. Kumbakarna menentang tindakan Prabu Dasamuka yang merampas Dewi Sinta isteri Rama.
Sikap menentang sama dengan sikap Raden Wibisono, tetapi jalan yang ditempuh berbeda. Raden Wibisono menentang dengan aktif memihak Raden Rama, tetapi Kumbakarna tetap berfihak Alengka demi negaranya. Niatnya bukan perang membela kakaknya, tetapi bagaimanapun juga Alengka adalah negaranya yang wajib dibela walaupun harus mengorbankan jiwa raga.
Oleh karena itu nama Kumbakarna tercanang sebagai nasionalis yang sejati. Benar atau salah Alengka adalah negaranya.
·    Asas Kerakyatan / Kedaulatan rakyat.
Dalam dunia pewayangan dikenal tokoh punakawan yang bernama Semar. Semar adalah punakawan dari para ksatria yang luhur budinya dan baik pekertinya. Sebagai punakawan Semar adalah abdi, tetapi berjiwa pamong, sehingga oleh para ksatria Semar dihormati.
Penampilan tokoh Semar dalam pewayangan sangat menonjol. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari tidak lebih dari seorang abdi, tetapi pada saat-saat tertentu Semar sering berperan sebagai seorang penasehat dan penyelamat para ksatria disaat menghadapi bahaya baik akibat ulah sesama manusia maupun akibat ulah para Dewa. Dalam pewayangan tokoh Semar sering dianggap sebagai Dewa yang ngejawantah atau Dewa yang berujud manusia. Menurut Serat Kanda dijelaskan bahwa Semar sebenarnya adalah anak Syang Hyang Tunggal yang semula bernama Batara Ismaya saudara tua dari Batara Guru.
Semar sebagai Dewa yang berujud manusia mengemban tugas khusus menjaga ketenteraman dunia dalam penampilan sebagai rakyat biasa. Para ksatria utama yang berbudi luhur mempunyai keyakinan bilamana menurut segala nasehat Semar akan mendapatkan kebahagiaan. Semar dianggap memiliki kedaulatan yang hadir ditengah-tengah para ksatria sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain Semar adalah simbul rakyat yang merupakan sumber kedaulatan bagi para ksatria atau yang berkuasa.
·    Asas Keadilan Sosial
Unsur keadilan dalam dunia pewayangan dilambangkan dalam diri tokoh Pandawa. Pandawa yang terdiri dari Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa secara bersama- sama memerintah Negara Amarta. Kelimanya digambarkan bersama bahagia dan bersama-sama menderita Tiap-tiap tokoh Pandawa mempunyai ciri watak yang berlainan antara satu dengan lainnya, namun dalam segala tingkah lakunya selalu bersatu dalam menghadapi segala tantangan. Puntadewa yang paling tua sangat terkenal sebagai raja yang adil dan jujur ; bahkan diceriterakan berdarah putih. Puntadewa dianggap titisan Dewa Dharma yang memiliki watak menonjol selalu mementingkan kepentingan orang lain, rasa sosialnya sangat besar.

Published in: on December 7, 2008 at 6:47 am  Leave a Comment  

Sejarahnya Wayang

Sekilas Sejarah Wayang di Indonesia

wayang berasal dari kata wayangan
yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar
karena sumber aslinya telah hilang
di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi animisme
menyembah ‘hyang’, itulah inti-nya
dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman
dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti desa’
agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala mala bahaya
di tahun (898 – 910) M wayang sudah menjadi wayang purwa
namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para sanghyang
seperti yang tertulis dalam prasasti balitung
sigaligi mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara
(terjemahan kasaran-nya kira-kira begini :
menggelar wayang untuk para hyang
menceritakan tentang bima sang kumara)
di jaman mataram hindu ini,
ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa kuna (kawi)
(more…)

Published in: on December 5, 2008 at 3:46 am  Leave a Comment  

Mungkinkah kita seperti Arjuna

arjuna

arjuna

Arjuna jugabernama Gudakesa yang mempunyai arti prajurit maha sakti, berilmu tinggi, cerdik pandai, pendiam, teliti, sopan santun dan berani. Arjuna juga dikenal dengan nama wibawa, satria, utama yang berbudi luhur seorang satria yang berjuang tanpa pamrih untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Arjuna adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dikenal sebagai sang Pandawa yang menawan parasnya dan lemah lembut budinya. Ia adalah putera Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu puteri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu Awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu yang turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna juga merupakan salah orang yang sempat menyaksikan “wujud semesta” Kresna menjelang Bharatayuddha berlangsung. Ia juga menerima “Bhagawad Gita” atau “Nyanyian Orang Suci”, yaitu wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat sebelum Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna masih segan untuk menunaikan kewajibannya.

Arti nama

Dalam bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berarti “bersinar terang”, “putih”, “bersih”. Dilihat dari maknanya, kata Arjuna bisa berarti “jujur di dalam wajah dan pikiran”.
Arjuna mendapat julukan “Kuruśreṣṭha” yang berarti “keturunan dinasti Kuru yang terbaik”. Ia merupakan manusia pilihan yang mendapat kesempatan untuk mendapat wejangan suci yang sangat mulia dari Kresna, yang terkenal sebagai Bhagawadgita (nyanyian Tuhan).

(more…)

Published in: Uncategorized on November 7, 2008 at 8:05 am  Leave a Comment